BUMN Berutang ke Bank Dunia, Manfaat atau Mudarat?

Written By Unknown on Senin, 15 Oktober 2012 | 11.24

ADA untungnya Sri Mulyani menjabat Managing Director Bank Dunia untuk Asia Pasifik. Sebab dengan mencloknya mantan menteri keuangan di lembaga itu, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa membuka pinjaman secara langsung. Dan kesempatan itu tampaknya tidak disia-siakan oleh Pemerintah RI yang kini tengah merancang aturan mainnya agar peluang tersebut bisa dimanfaatkan pada tahun depan.

"Memang policy pemerintah, yang akan datang harus lebih diarahkan ke masing-masing BUMN. Tidak usah lewat Kementerian Keuangan atau tidak usah lewat pemerintah," kata Dahlan Iskan, Menteri BUMN kepada InilahREVIEW, di DPR, Kamis pekan lalu.

Dengan aturan baru tersebut, kata Dahlan, pencairan pinjaman bisa lebih cepat. Tidak seperti sekarang,"Prosesnya panjang sekali, sehingga kita harus menunggu lama,"katanya.

Selama ini, pinjaman Bank Dunia untuk BUMN disalurkan melalui mekanisme penerusan pinjaman atau subsidiary loan agreement (SLA). Itu membutuhkan birokrasi karena harus mendapat persetujuan Menteri BUMN, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan,dan juga DPR.

"Nantinya perusahaan negara cukup mendapatkan persetujuan dari pemegang saham,"kata Schneider Siahaan, Direktur Strategi Portfolio Utang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan. Dampak positifnya, BUMN akan berlomba berkinerja baik agar bisa mendapat pinjaman dari Bank Dunia dengan bunga murah.

Sejatinya untuk urusan utang luar negeri, BUMN mempunyai rapor merah. Dan salah satu faktor penyebab bangkrutnya beberapa BUMN, tak lain jerat utang luar negeri. Pada Mei silam, Rahmat Waluyanto, Dirjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, menyatakan akan memperketat SLA yang bakal dikucurkan ke BUMN. "Banyak utang telanjur dicairkan tapi proyeknya mandeg. Akibatnya, tidak terbayar dan kena penalti bunga,"katanya.

Data Kementerian BUMN menunjukkan, pada 2010, total utang BUMN dalam bentuk rekening dana investasi dan SLA mencapai Rp 18,6 triliun, terdiri atas utang pokok Rp 10,1 triliun dan denda bunga Rp 8,5 triliun. BUMN yang terpuruk akibat jerat utang diantaranya PT Djakarta Lloyd dan PT Dirgantara Indonesia.

Sementara data terbaru berdasarkan Rapat Koordinasi BUMN di Yogyakarta, pada Rabu pekan lalu, terdapat 141 BUMN dan 30 di antaranya masuk dalam kategori tidak sehat, terus merugi dan tidak layak dipertahankan.

Bahkan terungkap, BPK menemukan adanya indikasi ketidakpatuhan pengelolaan keuangan negara selama BUMN di bawah komando Dahlan Iskan. Potensi kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp 2,5 triliun. Menurut Hadi Poernomo, Ketua BPK, audit investigatif dilakukan terhadap 81 objek pemeriksaan dengan 62 entitas, pada semester I 2012.

Untuk soal utang langsung ke Bank Dunia, agaknya perlu menyimak pendapat Aviliani, Sekretaris Komite Ekonomi Nasional. Menurutnya, pinjaman Bank Dunia belum tentu menguntungkan. Berdasar pengalaman, Bank Dunia memberikan banyak persyaratan meski komitmen utang telah diteken yang berarti argo sudah jalan. "Biasanya Bank Dunia mengatur detail harus menggunakan barang apa dan membeli pada siapa. Ujungnya, pelaksanaan proyek menjadi tidak efisien,"katanya.

Iyalah, kalau tidak terpaksa benar, lebih baik jangan berutang. Hanya menambah beban rakyat saja.

Selengkapnya, artikel ini bisa disimak di Majalah InilahREVIEW edisi ke-07 Tahun II yang terbit, Senin 15 Oktober 2012. [tjs]


Anda sedang membaca artikel tentang

BUMN Berutang ke Bank Dunia, Manfaat atau Mudarat?

Dengan url

http://hidupbergayabaru.blogspot.com/2012/10/bumn-berutang-ke-bank-dunia-manfaat.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

BUMN Berutang ke Bank Dunia, Manfaat atau Mudarat?

namun jangan lupa untuk meletakkan link

BUMN Berutang ke Bank Dunia, Manfaat atau Mudarat?

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger