Presdir Freeport: Dari Menteri Lompat ke Freeport

Written By Unknown on Senin, 05 November 2012 | 11.24

MINGGU lalu,PT Freeport Indonesia mengumumkan kinerjanya selama kuartal III-2012. Seperti sudah diduga sebelumnya, produksi dan penjualan emas serta tembaga yang ditambang Freeport turun dibanding periode yang sama tahun 2011. Total produksi tembaga Freeport Indonesia selama Januari hingga September mencapai 495 juta pon atau anjlok 36,4%. Begitu juga dengan produksi emas yang turun 43% menjadi 641 ribu troy ounce.

Pendapatan Freeport semakin tergerus karena harga jual tembaga rata-rata hanya US$ 3,64 per pon, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 3,82. Rozik Boedioro Soetjipto, Presiden Direktur Freeport Indonesia, mengatakan bahwa kadar tembaga yang ditambang tahun ini hanya 0,6%. Bandingkan dengan kadar tembaga tahun lalu yang mencapai 0,8 - 0,9%. "Kami sudah memprediksi sebelumnya, tahun ini kami akan masuk ke daerah tambang yang kadarnya rendah," jelas Rozik.

Banyak pengamat mengatakan, apa yang disampaikan Rozik hanya alasan Freeport untuk berkelit dari kewajiban membayar royalti. Buktinya, meski harga tembaga turun, pemegang saham perusahaan asal Amerika ini masih bisa tersenyum karena melonjaknya harga emas. Harga jual emas rata-rata Januari-September 2012 mencapai US$ 1.655 per ounce, lebih tinggi dari harga periode yang sama pada 2011 yang hanya sebesar US$ 1.565.

Sejak Rozik diangkat menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, perusahaan ini memang jadi lebih komunikatif dengan publik. Sejatinya, memang, kehadiran Rozik di perusahaan tambang itu adalah untuk memperkuat hubungan Freeport dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah dan juga karyawan. "Kami berkomitmen untuk mengoperasikan tambang Grasberg secara aman, efisien, dan berkelas dunia agar dapat bermanfaat bagi karyawan, masyarakat, dan pemerintah," katanya.

Rozik bukanlah orang baru di Freeport. Ia sudah mengenal perusahaan ini sejak tahun 1991, saat Freeport Indonesia memperpanjang kontrak karya keduanya. Pada saat itu Rozik masih menjabat sebagai Eselon II di Departemen Pertambangan dan Energi (sekarang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral). Tak heran bila ia tahu persis detail kontrak karya Freeport.

Bayar royalty 3,75%

Dilahirkan di Karanganyar, pria yang kini berusia 69 tahun ini memiliki dua tanggal lahir. Maklum, ia lahir di zaman penjajahan Jepang, di mana administrasi kependudukan masih sangat buruk. Masa kecil Rozik dilewatkan di Temanggung, Jawa Tengah. Tetapi setelah diterima kuliah di ITB, 1961, ia pindah ke Bandung.

Setelah lulus, ia langsung mengajar sebagai asisten dosen di almamaternya itu. Ia pun berkesempatan melanjutkan kuliah S2 dan S3 di Belgia, 1971-1976. "Bea siswa itu saya peroleh setelah saya menikahi gadis asal Jawa Barat," tuturnya sambil tersenyum.

Sebelum menjabat sebagai Presdir Freeport, Rozik melewatkan perjalanan kariernya di pemerintah. Dia pernah memegang berbagai posisi senior di Departemen Pertambangan, termasuk sebagai Direktur Jenderal Tambang dari 1998-1999.

Semasa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Rozik dipercaya sebagai Menteri Pekerjaan Umum pada 1999-2000. Tetapi karier terpanjang yang ia lakoni adalah sebagai dosen senior Fakultas Teknik Metalurgi ITB.

Selepas jadi Menteri, Rozik menjadi komisaris PT Freeport Indonesia (2000–2011). Situasi Freeport yang memanas membuat Rozik akhirnya turun tangan. Alasannya sederhana, ia melihat keberadaan PT Freeport Indonesia merupakan sesuatu yang lain. Kabupaten Mimika terbentuk karena adanya perusahaan ini. "Sebelum penandatanganan kontrak karya pertama pada 1967, praktis tidak ada orang kecuali penduduk asli Mimika," tuturnya.

Sewaktu pertama kali menjabat di Freeport, Rozik langsung turun tangan ke lokasi tambang milik Freeport di Pegunungan Grasberg. Tugas utamanya adalah mengoptimalkan keberadaan Freeport Indonesia di wilayah tersebut. Rozik menyatakan, Freeport telah berdiri sejak awal Orde Baru, dan saat ini siap menyesuaikan dengan perkembangan kebijakan. "Bukan suatu masalah jika harus menyesuaikan dengan kebijakan baru yang sama sekali berbeda dengan apa yang terjadi pada masa lalu," katanya.

Bapak Ayah dari seorang putra ini pun menyatakan bahwa PT Freeport Indonesia tidak keberatan jika harus menyetor royalti hasil tambang, khususnya emas kepada pemerintah sebesar 3,75%. Untuk diketahui besaran royalti yang dibayarkan PT Freeport Indonesia selama ini lebih rendah dari yang diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terhadap setiap badan usaha.

Dalam PP No. 45/2003 disebutkan, Freeport harus membayar royalti 1% untuk emas dan 4% untuk tembaga. Tapi kenyataannya, Freeport masih membayarkan tarif royalti kepada Indonesia sesuai dengan KK tahun 1991. Dalam KK tersebut, besar royalti tembaga sebesar 1,5% serta 1% untuk perak dan emas. Sementara pemerintah Indonesia menginginkan royalti lebih dari yang sudah diatur dalam PP tersebut, yakni sekitar 10%.

Selengkapnya, artikel ini bisa disimak di majalah InilahREVIEW edisi ke-10 Tahun II yang terbit Senin, 5 November 2012. [tjs]


Anda sedang membaca artikel tentang

Presdir Freeport: Dari Menteri Lompat ke Freeport

Dengan url

http://hidupbergayabaru.blogspot.com/2012/11/presdir-freeport-dari-menteri-lompat-ke.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Presdir Freeport: Dari Menteri Lompat ke Freeport

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Presdir Freeport: Dari Menteri Lompat ke Freeport

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger